KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas segala berkat
dan rahmat yang Tuhan berikan pada saya sehingga Makalah Bahasa Jepang mengenai
“Kebudayaan Samurai” ini dapat saya selesaikan dengan baik.
Seiring dengan perkembangan zaman dan juga remaja sekarang telah melupakan
kebudayaannya maka, saya membuat makalah mengenai “Kebudayaan Samurai“ ini agar
kita semua dapat memperoleh dan mengetahui apa
sebenarnya Samurai itu dan darimana kebudayaan itu berasal. Saya
menghadirkan kliping ini sebagai salah satu alternatif bagi siapa saja yang
ingin mengetahui lebih dalam mengenai “Samurai”.
Makalah mengenai “Kebudayaan Jepang“ ini disusun dengan baik dari berbagai
macam panduan mengenai “Kebudayaan yang berasal dari Jepang“ yang telah diringkas
menjadi sebuah Makalah yang berjudul “SAMURAI”. Namun saya menyadari kliping
ini masih belum sempurna apabila tidak ada kritikan dan saran dari saudara/i
sekalian yang membaca Makalah ini. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan
kritik dari semua pihak yang membaca demi perbaikan dan penyempurnaan pada
Makalah ini.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini hingga boleh terselesaikan.
Muntok, 18 Juni 2012
PenyusunÍ
I
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................í
DAFTAR ISI............................................................................................................................íí
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................1
1.2 ASAL KATA SAMURAI
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SAMURAI.....................................................................................2
2.2 SEJARAH
SAMURAI..........................................................................................3-5
2.3 KEMATIAN
SAMURAI.........................................................................................6
2.4 CARA
KEMATIAN.................................................................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN..........................................................................................................8
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................9
II
BAB 1 :
PENDAHULUAN
Jepang merupakan Negara yang di juluki Negara
matahari dan Negara bunga sakura, mengapa demikian? Karena di Negara jepang
mayoritas beragama Shinto yang menyembah matahari sehingga disebut Negara
matahari, sedangkan julukan Negara bunga sakura di berikan karena banyak bunga
sakura yang tumbuh si tanah jepang, bahkan untuk menyambut musim semi sakura
orang jepang mempunyai suatu tradisi, yaitu biasa disebut perayaan hanami
(perayaan melihat mekarnya bunga) sebagai symbol kebahagiaan karena datangnya
musim semi, di mana di saat itu bunga sakura mekar dengan cantiknya. Di setiap
budayanya mempunyai arti tersendiri. Dari zaman jomon sampai zaman hesei
sekarang, orang jepan mampu melestarikan kebudayaannya sendiri.
Dengan ini saya menyusun rangkuman tentang
kebudayaan jepang yaitu: Samurai
Samurai
Istilah samurai ( 侍 ),
pada awalnya mengacu kepada “seseorang yang mengabdi kepada bangsawan”. Pada
zaman Nara, (710 – 784), istilah ini diucapkan saburau dan kemudian menjadi
saburai. Selain itu terdapat pula istilah lain yang mengacu kepada samurai
yakni bushi. Istilah bushi ( 武士 ) yang berarti “orang yang
dipersenjatai/kaum militer”, pertama kali muncul di dalam Shoku Nihongi ( 続日本紀
), pada bagian catatan itu tertulis “secara umum, rakyat dan pejuang (bushi)
adalah harta egara”. Kemudian berikutnya istilah samurai dan bushi menjadi
sinonim pada akhir abad ke-12 (zaman Kamakura).
1
BAB 2 :
KEBUDAYAAN
JEPANG
Jepang yang mempunyai kebudayaan yang unik
membuat Negara bunga sakura itu banyak di kenal masyarakat dunia salah satunya
Indonesia, kebudayaan jepang yang sampai saat ini masih dilakukan dalam
berbagai kesempatan misalkan perayaan hanami, di karenakan masyarakat jepang
mencintai kebudayaannya sendiri dan mau menjaganya. Orang jepang mau memakai pakean
seberat dan setebal kimono untuk sekedar menghadiri upacara resepsi pernikahan,
sekarang kita tau bagaimana cintanya warga jepang pada kebudayaannya sendiri.
Adakalanya kita perlu mengetahui seperti apa kebudayaan jepang itu, mungkin
dengan mengetahui beberapa kebudayaan jepang kita bisa sedikit meniru cara
melestarikan kebudayaannya, mungkin bisa saja kebudayaan kita tetap terjaga dan
tetap di lakukan seperti kebudayaan jepang, salah satu contoh kebudayaan jepang adalah Samurai
SAMURAI
Istilah samurai ( 侍 ),
pada awalnya mengacu kepada “seseorang yang mengabdi kepada bangsawan”. Pada
zaman Nara, (710 – 784), istilah ini diucapkan saburau dan kemudian menjadi
saburai. Selain itu terdapat pula istilah lain yang mengacu kepada samurai
yakni bushi. Istilah bushi ( 武士 ) yang berarti “orang yang
dipersenjatai/kaum militer”, pertama kali muncul di dalam Shoku Nihongi ( 続日本紀
), pada bagian catatan itu tertulis “secara umum, rakyat dan pejuang (bushi)
adalah harta negara”. Kemudian berikutnya istilah samurai dan bushi menjadi
sinonim pada akhir abad ke-12 (zaman Kamakura).
Pada zaman Azuchi-Momoyama (1573 – 1600) dan
awal zaman Edo (1603), istilah saburai berubah menjadi samurai yang kemudian
berubah pengertian menjadi “orang yang mengabdi”.
Namun selain itu dalam sejarah militer
Jepang, terdapat kelompok samurai yang tidak terikat/mengabdi kepada seorang
pemimpin/atasan yang dikenal dengan rōnin ( 浪人 ). Rōnin
2
ini sudah ada sejak zaman Muromachi (1392).
istilah rōnin digunakan bagi samurai tak bertuan pada zaman Edo (1603 – 1867).
Dikarenakan adanya pertempuran yang berkepanjangan sehingga banyak samurai yang
kehilangan tuannya. kehidupan seorang rōnin bagaikan ombak dilaut tanpa arah
tujuan yang jelas. Ada beberapa alasan seorang samurai menjadi rōnin. Seorang
samurai
dapat mengundurkan diri dari tugasnya untuk
menjalani hidup sebagai rōnin. Adapula rōnin yang berasal dari garis keturunan,
anak seorang rōnin secara otomatis akan menjadi rōnin. Eksistensi rōnin makin
bertambah jumlahnya diawali berakhirnya perang Sekigahara (1600), yang
mengakibatkan jatuhnya kaum samurai/daimyo yang mengakibatkan para samurai
kehilangan majikannya.
Dalam catatan sejarah militer di Jepang,
terdapat data-data yang menjelaskan bahwa pada zaman Nara (710 – 784), pasukan
militer Jepang mengikuti model yang ada di Cina dengan memberlakukan wajib
militer dan dibawah komando langsung Kaisar. Dalam peraturan yang diberlakukan
tersebut setiap laki-laki dewasa baik dari kalangan petani maupun bangsawan,
kecuali budak, diwajibkan untuk mengikuti dinas militer. Secara materi
peraturan ini amat berat, karena para wakil tersebut atau kaum milter harus
membekali diri secara materi sehingga banyak yang menyerah dan tidak mematuhi
peraturan tersebut. Selain itu pula pada waktu itu kaum petani juga dibebani
wajib pajak yang cukup berat sehingga mereka melarikan diri dari kewajiban ini.
Pasukan yang kemudian terbentuk dari wajib militer tersebut dikenal dengan
sakimori ( 防人 ) yang secara harfiah berarti “pembela”, namun pasukan ini tidak ada
hubungannya dengan samurai yang ada pada zaman berikutnya.
Setelah tahun 794, ketika ibu kota
dipindahkan dari Nara ke Heian (Kyoto), kaum bangsawan menikmati masa
kemakmurannya selama 150 tahun dibawah pemerintahan kaisar. Tetapi,
pemerintahan daerah yang dibentuk oleh pemerintah pusat justru menekan para
penduduk yang mayoritas adalah petani. Pajak yang sangat berat menimbulkan pemberontakan
di daerah-daerah, dan mengharuskan petani kecil untuk bergabung dengan tuan
tanah yang memiliki pengaruh agar mendapatkan pemasukan yang lebih besar.
Dikarenakan keadaan negara yang tidak aman, penjarahan terhadap tuan tanah pun
terjadi baik di daerah dan di ibu kota yang memaksa para pemilik shoen (tanah
milik pribadi) mempersenjatai keluarga dan para petaninya. Kondisi ini yang
kemudian melahirkan kelas militer yang dikenal dengan samurai.
3
Kelompok toryo (panglima perang) dibawah
pimpinan keluarga Taira dan Minamoto muncul sebagai pemenang di Jepang bagian
Barat dan Timur, tetapi mereka saling memperebutkan kekuasaan. Pemerintah
pusat, dalam hal ini keluarga Fujiwara, tidak mampu mengatasi polarisasi ini,
yang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan kaum bangsawan. Kaisar Gonjo yang
dikenal anti-Fujiwara, mengadakan perebutan kekuasaan dan memusatkan kekuasaan
politiknya dari dalam o-tera yang dikenal dengan insei seiji. Kaisar
Shirakawa,menggantikan kaisar Gonjo akhirnya menjadikan o-tera sebagai markas
politiknya. Secara lihai, ia memanfaatkan o-tera sebagai fungsi keagamaan dan
fungsi politik.
Tentara pengawal o-tera, souhei ( 僧兵 ) pun ia bentuk, termasuk memberi sumbangan tanah
Tentara pengawal o-tera, souhei ( 僧兵 ) pun ia bentuk, termasuk memberi sumbangan tanah
(shoen)
pada o-tera. Lengkaplah sudah o-tera memenuhi syarat sebagai “negara” di dalam
negara. Akibatnya, kelompok kaisar yang anti pemerintahan o-tera mengadakan
perlawanan dengan memanfaatkan kelompok Taira dan Minamoto yang sedang
bertikai.
Keterlibatan Taira dan Minamoto dalam
pertikaian ini berlatar belakang pada kericuhan yang terjadi di istana
menyangkut perebutan tahta, antara Fujiwara dan kaisar yang pro maupun kotra
terhadap o-tera. Perang antara Minamoto, yang memihak o-tera melawan Taira,
yang memihak istana, muncul dalam dua pertempuran besar yakni Perang Hogen (1156)
dan Perang Heiji (1159). Peperangan akhirnya dimenangkan oleh Taira yang
menandai perubahan besar dalam struktur kekuasaan politik. Untuk pertama
kalinya, kaum samurai muncul sebagai kekuatan politik di istana.
Taira pun mengangkat dirinya sebagai kuge ( 公家 - bangsawan kerajaan), sekaligus memperkokoh posisi samurai-nya. Sebagian besar keluarganya diberi jabatan penting dan dinobatkan sebagai bangsawan.
Taira pun mengangkat dirinya sebagai kuge ( 公家 - bangsawan kerajaan), sekaligus memperkokoh posisi samurai-nya. Sebagian besar keluarganya diberi jabatan penting dan dinobatkan sebagai bangsawan.
Keangkuhan keluarga Taira akhirnya melahirkan
konspirasi politik tingkat tinggi antara keluarga Minamoto (yang mendapat
dukungan dari kaum bangsawan) dengan kaisar Shirakawa, yang pada akhirnya
mengantarkan keluarga Minamoto mendirikan pemerintahan militer pertama di
Kamakura (Kamakura Bakufu; 1192 – 1333). Ketika Minamoto Yoritomo wafat pada
tahun 1199, kekuasaan diambil alih oleh keluarga Hojo yang merupakan pengikut
Taira. Pada masa kepemimpinan keluarga Hojo (1199 -1336), ajaran Zen masuk dan
berkembang di kalangan samurai. Para samurai mengekspresikan Zen sebagai falsafah
dan tuntunan hidup mereka.
Pada tahun 1274, bangsa Mongol datang
menyerang Jepang. Para samurai yang
4
tidak terbiasa berperang secara berkelompok
dengan susah payah dapat mengantisipasi serangan bangsa Mongol tersebut. Untuk
mengantisipasi serangan bangsa Mongol yang kedua (tahun 1281), para samurai
mendirikan tembok pertahanan di teluk Hakata (pantai pendaratan bangsa mongol)
dan mengadopsi taktik serangan malam. Secara menyeluruh, taktik berperang para
samurai tidak mampu memberikan kehancuran yang berarti bagi tentara Mongol,
yang menggunakan taktik pengepungan besar-besaran, gerak cepat, dan penggunaan
senjata baru (dengan menggunakan mesiu). Pada akhirnya, angin topanlah yang
menghancurkan armada Mongol, dan mencegah bangsa Mongol untuk menduduki Jepang.
Orang Jepang menyebut angin ini kamikaze (dewa angin).
Dua hal yang diperoleh dari penyerbuan bangsa
Mongol adalah pentingnya mobilisasi pasukan infantri secara besar-besaran, dan
kelemahan dari kavaleri busur panah dalam menghadapi penyerang. Sebagai
akibatnya, lambat
laun samurai menggantikan busur-panah dengan
“pedang” sebagai senjata utama samurai. Pada awal abad ke-14, pedang dan tombak
menjadi senjata utama di kalangan panglima perang. Pada zaman Muromachi (1392 –
1573), diwarnai dengan terpecahnya istana Kyoto menjadi dua, yakni Istana Utara
di Kyoto dan Istana Selatan di Nara. Selama 60 tahun terjadi perselisihan
sengit antara Istana Utara melawan Istana Selatan (nambokuchō tairitsu).
Pertentangan ini memberikan dampak terhadap semakin
kuatnya posisi kaum petani dan tuan tanah daerah (shugo daimyō) dan semakin
lemahnya shogun Ashikaga di pemerintahan pusat. Pada masa ini, Ashikaga tidak
dapat mengontrol para daimyō daerah. Mereka saling memperkuat posisi dan
kekuasaannya di wilayah masing-masing. Setiap Han13 seolah terikat dalam sebuah
negara-negara kecil yang saling mengancam. Kondisi ini melahirkan krisis
panjang dalam bentuk perang antar tuan tanah daerah atau sengoku jidai (1568 –
1600). Tetapi krisis panjang ini sesungguhnya merupakan penyaringan atau
kristalisasi tokoh pemersatu nasional, yakni tokoh yang mampu menundukkan
tuan-tuan tanah daerah, sekaligus menyatukan Jepang sebagai “negara nasional”
di bawah satu
5
pemerintahan pusat yang kuat. Tokoh tersebut
adalah Jenderal Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi.
Oda Nobunaga, seorang keturunan daimyo dari
wilayah Owari dan seorang ahli strategi militer, mulai menghancurkan
musuh-musuhnya dengan cara menguasai wilayah Kinai, yaitu Osaka sebagai pusat
perniagaan, Kobe sebagai pintu gerbang perdagangan dengan negara luar, Nara
yang merupakan “lumbung padi”, dan Kyoto yang merupakan pusat pemerintahan
Bakufu Muromachi dan istana kaisar.
Strategi terpenting yang dijalankannya adalah Oda Nobunaga dengan melibatkan agama untuk mencapai ambisinya. Pedagang portugis yang membawa agama Kristen, diberi keleluasaan untuk menyebarkan agama itu di seluruh Jepang. Tujuan strategis Oda dalam hal ini adalah agar ia secara leluasa dapat memperoleh senjata api yang diperjualbelikan dalam kapal-kapal dagang Portugis, sekaligus memonopoli perdagangan dengan pihak asing. Dengan memiliki senjata api (yang paling canggih pada masa itu), Oda akan dapat menundukkan musuh-musuhnya lebih cepat dan mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya serta membentuk pemerintahan pusat yang kokoh. Oda Nobubunaga membangun benteng Azuchi Momoyama pada tahun 1573 setelah berhasil menjatuhkan Bakufu Muromachi. Strategi Oda dengan melindungi agama Kristen mendatangkan sakit hati bagi pemeluk agama Budha. Pada akhirnya, ia dibunuh oleh pengikutnya sendiri, Akechi Mitsuhide, seorang penganut agama Budha yang fanatik, pada tahun 1582 di Honnoji, sebelum ia berhasil menyatukan seluruh Jepang.
Strategi terpenting yang dijalankannya adalah Oda Nobunaga dengan melibatkan agama untuk mencapai ambisinya. Pedagang portugis yang membawa agama Kristen, diberi keleluasaan untuk menyebarkan agama itu di seluruh Jepang. Tujuan strategis Oda dalam hal ini adalah agar ia secara leluasa dapat memperoleh senjata api yang diperjualbelikan dalam kapal-kapal dagang Portugis, sekaligus memonopoli perdagangan dengan pihak asing. Dengan memiliki senjata api (yang paling canggih pada masa itu), Oda akan dapat menundukkan musuh-musuhnya lebih cepat dan mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya serta membentuk pemerintahan pusat yang kokoh. Oda Nobubunaga membangun benteng Azuchi Momoyama pada tahun 1573 setelah berhasil menjatuhkan Bakufu Muromachi. Strategi Oda dengan melindungi agama Kristen mendatangkan sakit hati bagi pemeluk agama Budha. Pada akhirnya, ia dibunuh oleh pengikutnya sendiri, Akechi Mitsuhide, seorang penganut agama Budha yang fanatik, pada tahun 1582 di Honnoji, sebelum ia berhasil menyatukan seluruh Jepang.
Toyotomi Hideyoshi, yang merupakan pengikut
setia Oda, melanjutkan penyatuan Jepang, dan tugasnya ini dituntaskan pada
tahun 1590 dengan menaklukkan keluarga Hojo di Odawara dan keluarga Shimaru di
Kyushu tiga tahun sebelumnya. Terdapat dua peraturan penting yang dikeluarkan
Toyotomi : taiko kenchi (peraturan kepemilikan tanah) dan katana
garirei (peraturan perlucutan pedang) bagi
para petani. Kedua peraturan ini secara
strategis bermaksud “mengontrol” kekayaan
para tuan tanah dan mengontrol para petani agar tidak melakukan perlawanan atau
pemberontakan bersenjata. Keberhasilan Toyotomi menaklukkan seluruh tuan tanah
mendatangkan masalah tersendiri. Semangat menang perang dengan energi pasukan
yang tidak tersalurkan mendatangkan ancaman internal yang menjurus kepada
disintegrasi bagi keluarga militer yang tidak puas atas kemenangan Toyotomi.
Dalam hal inilah Toyotomi menyalurkan kekuatan dahsyat tersebut untuk menyerang
Korea pada tahun 1592 dan 1597. Sayang serangan ini gagal dan Toyotomi wafat
pada tahun 1598, menandakan awal kehancuran bakufu Muromachi.
6
Kecenderungan terdapat perilaku bawahan
terhadap atasan yang dikenal dengan istilah gekokujō ini telah muncul tatkala
Toyotomi menyerang Korea. Ketika itu, Tokugawa Ieyasu mulai memperkuat
posisinya di Jepang bagian timur, khususnya di Edo (Tokyo). Kemelut ini
menyulut perang besar antara kelompok-kelompok daimyo yang memihak Toyotomi
melawan daimyo yang memihak Tokugawa di medan perang Sekigahara pada tahun
1600. Kemenangan berada di pihak Tokugawa di susul dengan didirikannya bakufu
Edo pada tahun 1603.
KEMATIAN SAMURAI
Kematian dianggap sebagai jalan yang mulia
bagi seorang samurai daripada tindakan pahlawan-pahlawan lain. Cara kematian
dianggap suatu hal yang sangat penting bagi seorang samurai. Ajaran yang menerangkan mengenai “mati yang
terbaik” telah ditulis di dalam sebuah buku, Hagakure pada kurun ke-18. Ditulis
lama selepas tentera samurai berangkat ke medan peperangan, Hagakure - buku
tersebut dikatakan telah membawa semangat dan panji samurai ke arah kemelaratan
dan kesesatan. Tidak dapat dinafikan, wujudnya satu idealisme yang baik di
dalam buku tersebut tetapi telah telah disalahtafsirkan oleh para samurai
kerana kekaburan maksud kalimatnya. Malah, contoh utama yang boleh dipaparkan
di sini terletak di Bab Pendahuluan buku Hagakure itu sendiri: “Jalan Samurai ditemui
dalam kematian. Apabila tiba kepada kematian, yang ada di sini hanya pilihan
yang pantas untuk kematian.”
Baris-baris kalimat di atas kemudian menjadi
ayat-ayat yang paling popular dalam kebanyakan buku dan majalah mengenai
samurai atau budaya bela diri masyarakat Jepang. Petikan di bawah merupakan
antara isi kandungan buku Hagakure: “Kita semua mau hidup. Dalam kebanyakan
perkara kita melakukan sesuatu berdasarkan apa yang kita suka. Tetapi sekiranya
tidak mencapai tujuan kita dan terus untuk hidup adalah sesuatu tindakan yang
pengecut. Tiada keperluan untuk malu dalam soal ini. Ini adalah Jalan Samurai
(Bushido). Jika sudah ditetapkan jantung seseorang untuk setiap pagi dan malam,
seseorang itu akan dapat hidup walaupun jasadnya sudah mati, dia telah mendapat
kebebasan dalam Jalan tersebut. Keseluruhan hidupnya tidak akan dipersalahkan
dan dia akan mencapai apa yang dihajatinya.”
Buku Hagakure telah mempengaruhi kehidupan
para samurai. Kematian Nobufusa dan
7
Taira Tomomori juga dipengaruhi oleh buku
ini. Taira Tomomori boleh dianggap
sebagai Jeneral Taira yang paling agung, telah membunuh diri kerana nasihatnya
telah diabaikan pada saat-saat akhir ketika Perang Gempei. Pada pengakhiran
konfrontasi ketika Perang Gempei, Tomomori telah mendesak rajanya, Munemori,
supaya menyingkirkan seorang jeneral yang diragui kesetiaannya. Munemori telah
menolak usulnya, dan ketika berlangsungnya Pertempuran Dan no Ura (1185),
jeneral tersebut telah mengkhianati perjuangan Taira. Lantaran kecewa karena
nasehat pentingnya diabaikan, Tomomori membuat keputusan untuk menamatkan
riwayatnya sendiri. Seterusnya kita akan bincangkan mengenai Dua Kematian Cara
Samurai iaitu Mati Di Medan Pertempuran dan Seppuku.
CARA KEMATIAN
- Mati di medan pertempuran
Sebagaimana pejuang-pejuang Islam yang
menganggap mati syahid dalam peperangan untuk membela Islam sebagai satu
kemuliaan, begitu juga dengan para samurai. Mati dibunuh di medan perang adalah
lebih baik daripada hidup tetapi ditangkap oleh musuh. Salah seorang samurai
yang terkenal, Uesugi Kenshin sempat meninggalkan pesanan kepada para
pengikutnya sebelum mati:
“Seseorang yang tidak mau mati karena
tertusuk panah musuh tidak akan mendapat perlindungan daripada Tuhan. Bagi kamu
yang tidak mau mati karena dipanah oleh tentara biasa, karena mau mati di
tangan pahlawan yang handal atau terkenal, akan mendapat perlindungan Tuhan.”
Tidak ada samurai yang pernah terhindar
daripada bayangan maut semasa di medan perang. Kebanyakan nama besar dalam
dunia samurai tumbang di medan perang. Ayah Uesugi Kenshin terbunuh di dalam
pertempuran, sebagaimana Imagawa Yoshimoto, Ryuzoji Takanobu, Saito Dosan,
Uesugi Tomosada... sementara yang lain telah mengambil keputusan untuk membunuh
diri selepas perjuangan mereka telah dipatahkan, dari zaman Minamoto Yorimasa
(kurun ke-12) sampai pada zaman Sue Harukata (kurun ke-16). Kebiasaanya,
seseorang samurai akan membuat puisi kematian ketika menjelang maut.
- Seppuku
Tindakan di mana seseorang menyobek perutnya,
sebagai suatu cara membunuh diri. Merupakan unsur yang paling popular dalam
mitos samurai. Bagi seorang samurai, membunuh diri adalah lebih baik daripada
membiarkan ditangkap, karena sekiranya samurai
8
itu masih hidup dan ditangkap, ia dianggap
membawa malu kepada nama keluarga dan raja. Di Barat, cara membunuh diri ini
dipanggil Hara-kiri (artinya tindakan Membunuh Diri dengan membelah perut
– tetapi istilah ini tidak digunakan oleh
para samurai), tidak diketahui kapan istilah itu digunakan. Walau bagaimana
pun, dalam sejarah, Seppuku ini mula dilakukan oleh Minamoto Tametomo dan
Minamoto Yorisama pada akhir kurun ke-12. Dari sinilah asalnya seorang samurai
memilih cara ini karena lebih mudah melakukan dibandingkan membunuh diri dengan
cara memenggal kepala sendiri. Ada juga yang mengatakan bahawa dengan melakukan
seppuku, iaitu dengan membelah perut adalah merupakan cara yang paling jujur
untuk mati. Ini karena, dia sebelum mati akan merasai kesakitan yang amat
sangat dan ini mungkin tidak berani dihadapi oleh kebanyakan orang. Oleh karena
itu, mati dengan cara seppuku dianggap sebagai suatu keberanian dan kehormatan.
Pada zaman Edo, seppuku telah menjadi sebagai
salah satu upacara terhormat dalam kebudayaan Jepang. Mula-mula, karpet tatami
putih akan dikeluarkan, kemudian satu bantal yang besar akan diletakkan di
atasnya . Para saksi pembunuhan akan berdiri di sebelah samurai tersebut
(pelaku seppuku), bergantung kepada pentingnya kematian (sebagai satu nilai
penghormatan kepada pelaku seppuku). Samurai yang menjalani seppuku, memakai baju
kimono putih, akan duduk berlutut (seiza) di atas bantal tersebut. Di sebelah
kiri, pada jarak kira-kira satu meter dari samurai tersebut, seorang
kaishakunin, atau `kedua’ akan turut berlutut. Kaishakunin atau `Kedua’ adalah
sahabat akrab kepada samurai yang telah meninggal kerana melakukan seppuku.
Karena perbuatan ini dianggap tidak senonoh dan amat memalukan (tabu), maka
hanya orang-orang yang layak dan terpilih (berkesanggupan untuk melakukan tugas
membantu) saja yang akan menjadi kaishakunin.
Di depan samurai (pelaku seppuku) ini akan
ada sebilah pisau bersarung yang terletak di dalam talam. Apabila samurai
tersebut merasakan dia telah siap, samurai tersebut akan menanggalkan kimononya
dan membebaskan bagian perutnya. Kemudian dia akan mengangkat pisau dengan
sebelah tangan, manakala sebelah tangan lagi menanggalkan sarung pisau tersebut
dan meletakkannya ke tepi.
Apabila dia telah bersedia, dia akan mengarahkan mata pisau tersebut pada sebelah kiri perut, dan menggoreskannya ke kanan. Selepas itu, pisau tersebut akan diputar dalam keadaan masih terbenam di dalam perut dan ditarik ke atas. Kebanyakan samurai tidak sanggup lagi untuk
Apabila dia telah bersedia, dia akan mengarahkan mata pisau tersebut pada sebelah kiri perut, dan menggoreskannya ke kanan. Selepas itu, pisau tersebut akan diputar dalam keadaan masih terbenam di dalam perut dan ditarik ke atas. Kebanyakan samurai tidak sanggup lagi untuk
melakukan tindakan ini, maka ketika inilah
kaishakunin (artinya kedua) akan
9
memenggal kepala samurai tersebut setelah
melihat sejauh mana kesakitan yang terpapar pada wajahnya.
Tindakan yang dilakukan sampai selesai
dikenali sebagai jumonji (crosswise), sayatan bintang, dan seandainya samurai
(pelaku seppuku) dapat melakukannya, maka seppuku yang dilakukannya dianggap
amat bernilai dan disanjung tinggi. Seppuku juga mempunyai nama-nama tertentu,
bergantung kepada fungsi atau sebab melakukannya:
Junshi: Dilakukan sebagai tanda kesetiaan kepada raja, apabila raja tersebut
meninggal. Pada zaman Edo, junshi telah diharamkan karena dianggap sia-sia dan
merugikan karena negara akan banyak kehilangan perwira yang setia. Semasa
kematian Maharaja Meiji pada 1912, Jeneral Nogi Maresue telah melakukan junshi.
Kanshi: Membunuh diri semasa demonstrasi. Tidak begitu popular, melibatkan
seseorang yang melakukan seppuku sebagai tanda peringatan kepada seseorang raja
apabila segala bentuk musyawarah (persuasion) gagal. Hirate Nakatsukasa
Kiyohide (1493-1553) telah melakukan kanshi untuk mengubah prinsip dan
pemikiran Oda Nobunaga.
Sokotsu-shi: Seseorang samurai akan melakukan seppuku sebagai tanda
menebus kesalahannya. Ini merupakan sebab yang paling popular dalam melakukan
seppuku. Antara samurai yang melakukan sokotsu-shi ini termasuklah Jeneral
Takeda, Yamamoto Kansuke Haruyuki (1501-1561), karena telah membuat satu
rencana yang akhirnya meletakkan posisi rajanya di dalam bahaya.
10
BAB 3 :
3.1 KESIMPULAN
Samurai
( 侍 ), pada awalnya mengacu kepada “seseorang yang mengabdi kepada
bangsawan”. Pada zaman Nara, (710 – 784), istilah ini diucapkan saburau dan
kemudian menjadi saburai. Selain itu terdapat pula istilah lain yang mengacu
kepada samurai yakni bushi. Istilah bushi ( 武士 ) yang berarti “orang yang
dipersenjatai/kaum militer”, pertama kali muncul di dalam Shoku Nihongi ( 続日本紀 ), pada bagian
catatan itu tertulis “secara umum, rakyat dan pejuang (bushi) adalah harta
negara”.
3.2 SARAN
Lebih banyak lagi membaca tentang sejarah - sejarah
Dunia.
11
DAFTAR
PUSAKA
www.kazeyagami.blog
http://kazeyagami.blog.friendster.com/2009/02/hanami/
oleh: kazeyagamy
www.kaskus.com
http://images.google.com/imgres?imgurl=http://i204.photobucket.com/albums/bb92/Ken_Bu/SaigoTakamori.jpg&imgrefurl=http://www.kaskus.us/showthread.php%3Ft%3D1243847&usg=__4BAPJhoz6eZ4uBOS1F5_5PWBHrA=&h=500&w=387&sz=83&hl=en&start=1&tbnid=XxoLDrbaKBzL0M:&tbnh=130&tbnw=101&prev=/images%3Fq%3Dkebudayaan%2Bjepang-samurai%26gbv%3D2%26hl%3Den%26sa%3DG
oleh: zeth
www.wikipedia.com
Link: http://id.wikipedia.org/wiki/Shogun
Oleh: Tomio Takahashi. Sei-i Taishōgun mō hitotsu no kokkashuken.
Chūkōshinso, 1987. ISBN 978-4-12-100833-6
Link: http://id.wikipedia.org/wiki/Hakama
http://id.wikipedia.org/wiki/Z%C5%8Dri
www.google.com
12
0 komentar:
Posting Komentar