Balai
Penelitian Tanaman Serealia, Maros
ABSTRAK
Hama
dan Penyakit merupakan kendala utama dalam budidaya jagung. Banyak jenis hama
dan penyakit dilaporkan pada tanaman jagung, namn ada beberapa yang menjadi
hama dan penyakit utama, yaitu yang dapat menimbulkan kerusakan secara
ekonomis. Beberapa hama utama pada jagung yaitu lalat bibit, ulat grayak,
penggerek tongkol, penggerek batang, belalang, kutu daun, kumbang bubuk.
Sedangkan penyakit utama pada jagung yaitu penyakit bulai, karat daun, bercak
daun, hawar daun, hawar upih, busuk batang, busuk tongkol/biji dan virus
mosaic. Komponen-komponen pengendalian hama dan penyakit yang banyak
direkomendasikan meliputi varietas tahan, kultur praktis, penggunaan musuh
alami dan aplikasi pestisida. Mengingat banyaknya faktor-faktor luar yang dapat
mempengaruhi perkembangan baik hama maupun penyakit , maka perlu perakitan
komponen-komponen pengendalian tersebut dalam suatu program pengendalian
terpadu yang lazim disebut dengan PHT.
Kata
Kunci : teknologi pengendalian, Hama
penyakit
PENDAHULUAN
Hama
dan penyakit merupakan kendala utama dalam produksi jagung. Kerusakan akibat
hama penyakit pada jagung pernah dilaporkan mencapai 26,5% (Sudjono dalam
Subandi et al. 1988). Untuk mengatasi kehilangan tersebut perlu adanya
usaha untuk menekan perkembangan hama penyakit tersebut. Sekitar 70 jenis
serangga hama (Ortega, 1987) dan 100 macam penyakit (Shurtleff, 1980)
telah dilaporkan menyerang tanaman jagung, namun hanya beberapa yang secara
ekonomi sering menimbulkan kerusakan berat (Anonymous, 1995; Shurtleff, 1980;
Sumartini dan Hardaningsih, 1995). Beberapa jenis hama yang dilaporkan sering
menimbulkan kerusakan ekonomis yaitu lalat bibit (Atherigona sp.), ulat
grayak (Spodoptera sp.), kumbang landak (Dactylispa sp.), kutu
daun/aphis (Rhopalosiphum maydis), penggerek batang (Ostrinia
furnacalis), penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), dan kumbang
bubuk (Sitophilus sp.) (Anonymous, 1995). Sedangkan jenis penyakit utama
yang sering menimbulkan kerusakan pada jagung yaitu penyakit bulai (Peronosclerospora
sp.), penyakit karat (Puccinia sp.), bercak/hawar daun (Drechslera/Helminthosporium
sp.), hawar upih (Rhizoctonia sp.), busuk tongkol/batang (Fusarium
sp., Diplodia sp.), busuk biji (Aspergillus spp., Fusarium
sp., dll.), dan virus mosaik (virus mosaik tebu, virus kerdil jagung)
(Shurtleff, 1980). Untuk dapat mengendalikan hama penyakit jagung tersebut perlu
adanya komponen- komponen pengendalian yang efektif terhadap masing-masing hama
penyakit. Komponen-komponen pengendalian yang banyak direkomendasikan dalam
pengendalian hama penyakit jagung pada garis besarnya meliputi : varietas
tahan, cara kultur praktis, musuh alami, dan pestisida. Penggunaan pestisida
yang telah berkembang pesat ternyata banyak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan seperti timbulnya spesies hama resisten, binasanya mahluk-mahluk
berguna bukan sasaran, terjadinya pencemaran lingkungan, dan keracunan pada
manusia (Oka, 1995). Mengingat banyaknya faktor luar yang mempengaruhi
perkembangan hama maupun patogen serta tanaman jagung itu sendiri, perlu
perakitan komponen-komponen pengendalian tersebut dalam suatu kegiatan yang dikenal
sebagai pengendalian hama penyakit terpadu (PHT).
Dalam
pengendalian terpadu harus selalu memperhatikan etika lingkungan yang
ekosentrik, sehingga penggunaan pestisida berbahaya secara bijaksana diusahakan
sebagai alternatif terakhir, apabila tidak ada cara lain yang bisa diterapkan
(Oka, 1995; Flint dan Bosch, 1990).
PERANAN
KOMPONEN PENGENDALIAN
Peranan varietas tahan
Penggunaan
varietas tahan telah dinyatakan sebagai cara pengendalian yang baik, bisa
dipadukan dengan cara lain (Saleh, 1993). Varietas tahan hama penyakit akan
menghambat perkembangan hama penyakit sehingga menekan tingkat serangan dan
kehilangan hasil pada level yang lebih rendah. Mekanisme ketahanan
varietas dapat bersifat non-preferensi, antibiosis, dan toleransi tanaman (Painter,
1951).
Peranan kultur praktis
Kultur
praktis akan mengurangi sumber inokulum. Beberapa kegiatan dalam kultur praktis
meliputi : membasmi tanaman sumber inokulum, mengatur waktu tanam yang tepat
dan serempak, tumpang sari, rotasi tanaman, pengolahan tanah yang baik,
drainase yang baik, irigasi yang baik, pemupukan yang berimbang, waktu panen
yang tepat, penggunaan mulsa, tanaman perangkap, pemangkasan, dan pola tanam
(Oka, 1995).
Peranan musuh alami/antagonis
Musuh
alami yang meliputi vertebrata, predator, parasit, patogen hama, dan
mikroorganisme antagonis akan menghambat laju perkembangan hama maupun
penyakit. Predator adalah serangga yang memangsa serangga lain yang umumnya
lebih kecil. Sebaliknya parasit adalah umumnya serangga kecil yang menginfeksi
serangga dewasa, larva atau telur serangga yang lebih besar. Patogen adalah
mikroorganisme yang menginfeksi serangga ataupun tanaman. Sedangkan
mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mampu memarasit langsung
ataupun mengeluarkan zat yang menghambat mikroorganisme lain.
Peranan pestisida
Pestisida
kimia berperan membasmi hama dan patogen penyebab penyakit secara langsung.
Namun dibalik itu dapat menimbulkan resistensi serangga terhadap pestisida
(Saleh, 1993). Karena sifat meracuninya tidak spesifik, maka dapat membasmi
serangga berguna yang bukan sasaran. Selain itu dapat membahayakan bagi hewan
atau manusia yang mengkonsumsi hasil pertanian yang disemprot. Mengingat akan
pengaruh negatif dari pemakaian pestisida kimia ini maka penggunaannya hanya dibolehkan
dalam keadaan yang terpaksa kalau tidak ada cara lain yang lebih aman atau pada
pertanaman yang tidak untuk memproduksi bahan pangan atau pakan seperti untuk
produksi benih.
PENGENDALIAN
HAMA PENYAKIT TERPADU (PHT)
Pengendalian
hama penyakit terpadu merupakan suatu cara pengendalian yang dilakukan dengan
memadukan berbagai komponen pengendalian dengan maksud untuk mencapai hasil
yang optimal dengan biaya yang minimal dan ramah lingkungan. Painter (1951)
mengemukakan bahwa kombinasi cara pengendalian akan lebih efektif dibanding
dengan cara pengendalian tunggal masing-masing.
A. PHT untuk Hama Jagung
1. Hama lalat bibit
(Atherigona sp.)
Daerah sebaran
|
:
|
Jawa, Sumatera, Sulawesi, NTT.
|
Tanaman inang lain
|
:
|
Jagung, padi gogo, sorgum, gandum,
dan rumput Cynodon dactylon, Panicum repens serta Paspalum
conjugatum
|
Gejalanya
|
:
|
Daun muda yang masih menggulung
karena pangkalnya tergerek larva. Larva yang sampai ketitik tumbuh
menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh lagi.
|
Penyebabnya
|
:
|
Lalat Atherigona sp.
Imago aktif pada sore hari jam
16.00. Periode imago 7 hari. Telur diletakkan pada permukaan bawah daun
secara terpisah satu sama lain. Periode telur 1-3 hari. Lama stadium larva
antara 8-10 hari dan stadium pupa antara 5-11 hari. Staidum imago rata-rata
delapan hari. Pupa berada dalam tanah dekat dengan tanaman, namun
kadang-kadang pada tanaman.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian yang
diperlukan : 1) Pergiliran tanaman, 2) Tanam serempak, 3) Aplikasi
insektisida : Tiodicarb 75 WP, 15 g/kg benih; Karbosulfan 2,5 g/kg benih;
Karbofuran 10 kg/ha melalui titik tumbuh pada serangan mencapai 12%, 4)
Menyebar mulsa jerami padi merata sebanyak 5 t/ha setelah tanam jagung
(Anonymous, 1995; Tandiabang, 2000).
|
Oleh
karena hama ini menyerang pada awal pertumbuhan tanaman jagung mulai tumbuh
sampai umur tiga minggu (Tandiabang, 2000), maka cara pengendaliannyapun harus
sedini mungkin. Varietas tahan terhadap lalat bibit belum dikembangkan di
Indonesia. Cara kultur praktis juga belum direkomendasikan. Salah satu cara
yang dianjurkan yaitu menggunakan pestisida kimia sistimik berbahan aktif
carbofuran dengan takaran 0,12 kg – 0,24 kg b.a/ha diberikan melalui tanah
bersama biji pada waktu tanam atau diberikan pada kuncup daun umur tanaman satu
minggu.
2. Hama Ulat grayak (Spodoptera
sp., Mythimna sp.)
Daerah sebaran
|
:
|
Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan,
Sulawesi, dan Irian Jaya
|
Tanaman inang lain
|
:
|
Jagung, teki, kedelai, dan
kacang-kacangan
|
Gejalanya
|
:
|
Daun berlubang-lubang atau tinggal
tulang daunnya.
|
Penyebabnya
|
:
|
Spodoptera sp.
Ngengat berwarna coklat, aktif di
malam hari. Telurnya berwarna putih sampai kekuningan, berkelompok. Tiap ekor
bisa bertelur 400 butir, periode telur 5 hari. Larva aktif dimalam
hari, umur larva 31 hari, stadium kepompong 8 hari.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendaliannya
meliputi : 1) Pergiliran tanaman, 2) Tanam serempak, 3) Sanitasi inang
liar, 4) Penyemprotan dengan insektisida : monokrotofos, klorpirifos,
diazifos, sianofenfos, dan karboril dosis 2 cc/l (Anonymous, 1995), 5)
Aplikasi parasitoid, Trichogramma evanescens] (Pabbage, 2003)
|
3. Hama Penggerek batang (Ostrinia
furnacalis)
Daerah sebaran
|
:
|
Asia, Eropa, dan Amerika
|
Tanaman inang lain
|
:
|
Jagung, sorgum, terong, Amaranthus
sp., Panicum sp.
|
Gejalanya
|
:
|
Adanya lubang gerekan pada batang
dengan kotoran menutupi lubang gerekan
|
Penyebabnya
|
:
|
Ostrinia furnacalis Guenee.
Ngengat betina bertelur mencapai
90 butir, tersusun rapi dalam satu kelompok. Periode telur 3-5 hari. Larva
instar I dan II memakan daun muda. Larva instar III menggerek batang.
Stadia larva antara 19-28 hari. Pupa terbentuk dalam batang jagung. Stadia
pupa antara 5-10 hari. Siklus hidup sekitar satu bulan (Anonympus, 1995;
Tandiabang, 2000)
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendaliannya meliputi
komponen pengendali terpadu : 1) Pergiliran tanaman, 2) Tanam serempak, 3)
Sanitasi inang liar, 4) Pemangkasan bunga jantan 25%, 5) Pemberian
biopesisida Dipel (Bacillus thuringiensis, 6) Aplikasi insektisida
monokrotofos, Triazopos, dan Karbofuran 3G melalui pucuk (Anonymous, 1995)
|
4. Hama Penggerek tongkol (Helicoverpa
armigera)
Daerah sebaran
|
:
|
Diseluruh dunia termasuk di
Indonesia
|
Tanaman inang lain
|
:
|
|
Gejalanya
|
:
|
Adanya lubang-lubang melintang
pada daun tanaman stadia vegetatif. Rambut tongkol jagung terpotong, ujung
tongkol ada bekas gerekan dan seringkali ada larvanya.
|
Penyebabnya
|
:
|
Helicoverpa armigera (Hbn.)
Telur diletakkan satu persatu pada
rambut tongkol atau bagian tanaman lain pada waktu sore sampai malam hari.
Banyaknya telur per ekor ngengat mencapai 1000 butir. Stadia telur 2-5 hari.
Larva mengalami 6 instar dalam periode waktu 17-24 hari. Pupa terbentuk
didalam tanah selama 12-24 hari. Satu siklus hidupnya sekitar 35 hari.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian terpadu: 1)
Menanam varietas jagung yang kelobotnya menutup tongkol rapat, 2) Menggunakan
musuh alami seperti : a). Parasit telur Trichogramma sp, b.
Parasit telur larva muda Eriborus sp., Tachinid, c. Cedawan
entomophaga Metharhizium, d. Nuclear Polyhidrosis virus (NPV), 3)
Penyemprotan insektisida pada ambang kerusakan 3 tongkol per 50 tanaman
dengan Azodrin 15 WSC, Hostation 40 EC atau Nogos 50 EC (Anonymous, 1995)
|
5. Hama Kutu Daun (Aphis)
Daerah sebaran
|
:
|
Diseluruh daerah beriklim tropis
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Jagung, sorgum, jewawut, tebu,
tuton
(Panicum colonum), bunto,
tanjing (Pennisetum macrostychum)
|
Gejalanya
|
:
|
Gejala langsung apabila populasi
tinggi helaian daun menguning dan mengering. Gejala tidak langsung sebagai
vektor virus menimbulkan mosaik ataupun garis-garis klorose sejajar tulang
daun.
|
Penyebabnya
|
:
|
Aphis (Rhopalosiphum maydis
Fitc).
Serangga berwarna hijau, ada yang
bersayap dan ada yang tidak bersayap. Pada bagian belakang ruas abdomen
kelima terdapat sepasang tabung sifunkulus.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen untuk pengendalian secara
terpadu meliputi : 1) Musuh alami : + Predator (Harmonia
actomaculata dan H. syrphids, 2) Parasit, 3) Insekktisida
systematik karbofuran di berikan melalui pucuk pada sladia
vegetatif (Anonymous, 1995)
|
6. Hama Kumbang Landak
Daerah sebaran
|
:
|
Jawa, Sumatera, Sulawesi.
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Jagung, Sorgum, Padi dan Ilalang.
|
Gejalanya
|
:
|
Bekas gerekan pada daun sejajar
dengan tulang daun. Serangan yang berat dapat menyebabkan daun mengering.
|
Penyebabnya
|
:
|
Dactylispa balyi Gest.
Sayap depan tebal dan sayap
belakang tipis berwarna hitam. Telurnya di letakkan di jaringan daun muda
sebelah atas diantara epidermis daun. Seekor betina bertelur sampai 75 butir.
Periode telur 6-13 hari. Larva hidup dan makan didalam jaringan daun. Stadia
larva I – IV sekitar 18-24 hari. Kepompong berada pada daun yang mengering.
Stadium kepompong 8 –14 hari.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian terpadu
meliputi : 1) Waktu tanaman serempak, 2) Pergiliran tanaman, 3)
Sanitasi inang liar dan sisa tanaman, 4) Aplilkasi insektisida efektif
seperti klorpirifos dan isosaktion (Anonymous, 1995)
|
7. Hama Kumbang Bubuk (Sitophilus
sp)
Daerah sebaran
|
:
|
Tersebar luas di seluruh dunia
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Beras, jagung, sorgum, dan kacang-kacangan
|
Gejalanya
|
:
|
Biji jagung berlubang-lubang dan
bercampur kotoran serangga serta banyak kumbang bubuk. Kumbang bubuk
menyerang mulai dari lapangan sampai digudang penyimpanan biji.
|
Penyebabnya
|
:
|
Kumbang Sitophilus sp
(Motsch).Serangga
betina mampu bertelur 300-500 butir. Periode telur 3-7 hari.
Serangga dewasa tanpa diberi makan dapat bertahan hidup 36 hari, dan bila
diberi makan dapat hidup antara 3-5 bulan.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian terpadu
meliputi : 1) Varietas tahan : Genyah Madura dan Goter, 2) Pengeringan
benih/biji kadar air 10%, 3) Sanitasi tempat penyimpanan biji, 4) Pengasapan,
5) Bahan nabati untuk di campur biji sebelum disimpan : serbuk daun putri
malu, daun mendi, daun nimba, akar tuba, biji mahoni dan rimpong dringo,
dengan takaran 20-110 gram/kg biji, 5) Kapur barus atau insektisida
karbofuran dibungkus kain dimasukkan kedalam kontainer/jerigen jagung sebelum
ditutup (Anonymous, 1995)
|
8. Hama Semut, Tikus, Burung,
dan Ayam
Daerah sebaran
|
:
|
Di seluruh wilayah Indonesia
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Segala macam biji-bijian sereal
maupun kacang-kacangan
|
Gejalanya
|
:
|
Biji jagung yang baru ditanam
dimakan atau diangkut semut, burung maupun ayam dan tikus. Semut-semut
menggali lubang untuk mendapatkan biji yang belum tumbuh. Biji diambil
sedikit-demi sedikit dan diangkut sampai habis. Burung, ayam dan tikus
mengais biji dari lubang tugal.
|
Penyebabnya
|
:
|
Semut merah, tikus sawah, burung
tekukur, dan ayam.
|
Pengendalian
|
:
|
1) Biji yang belum ditanam dapat diberi
perlakuan insektisida anti semut Furadan maupun Sevin dalam bentuk suspensi
dalam air. Aplikasi Furadan 3 G juga dapat dilakukan dengan menaruh butiran
Furadan pada lubang tugal bersama biji jagung sebelum ditutup tanah atau abu,
2) Aplikasi Sevin juga dilaukan dengan penyemprotan suspensi Sevin pada biji
pada lubang tanam sebelum ditutup, 3) Untuk mengendalikan tikus, burung, atau
ayam dapat dilakukan dengan menyebarkan umpan biji jagung yang telah dicampur
dengan racun tikus (zink phosphit atau racun babi), pada saat benih baru
ditanam.
|
9. Hama/Gangguan Anjing/Babi
Daerah sebaran
|
:
|
Di seluruh daerah dimana ada
anjing liar
|
Tanaman inangnya
|
:
|
|
Gejalanya
|
:
|
Anjing/babi menyerang tanaman
jagung pada stadia pengisian biji. Batang-batang jagung dirobohkan dan
tongkolnya yang dirobek kelobotnya dan dimakan bijinya ditinggal berserakan.
|
Penyebabnya
|
:
|
Anjing piaraan atau anjing/babi
liar yang sering berkeliaran diladang atau kebun.
|
Pengendalian
|
:
|
Memasang racun dengan umpan berupa
bakso, ikan, daging, atau tulang berdaging untuk anjing, dan ubikayu atau
umpan lainnya yang disukai babi. Racun yang digunakan dapat dengan racun yang
untuk babi hutan. Selain racun ada informasi menggunakan duri-duri pelepah
daun rebung bambu dicampur pada umpan atau menaruh jarum-jarum didalam umpan
dapat membunuh anjing/babi.
|
B. PHT untuk Penyakit Jagung
1.
Penyakit Bulai (Peronoscleropora spp)
Daerah sebaran
|
:
|
Diseluruh propinsi di Indonesia
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Jagung, sorgum, tebu, beberapa
jenis rumput rumputan.
|
Gejalanya
|
:
|
1) Khlorose sebagian atau seluruh
helaian daun. Pada permukaan yang khlorose tampak ada massa tangkai konidia
berupa tepung putih. Konidia terbentuk pada malam hari dan lepas menjelang
pagi hari, 2) Tanaman terinfeksi awal terjadi khlorose berat dan dapat mati,
atau tumbuh kerdil, 3) Tongkol tidak tumbuh sempurna dan sering tidak
terbentuk biji atau bijinya jarang.
|
Penyebabnya
|
:
|
1) Cendawan Peronosclerospora
maydis, P. philippinenisis, P. sacchari, P. sorghi, P. heteropogoni, P.
spontanea, P. miscantii, Seclerophthora macrospora, S. rayssiae dan Sclerospora
graminicola (Wakman dan Djatmiko, 2002). Namun di Indonesia hanya dua
pertama yang dilaporkan (Semangun, 1973; Sudjono, 1988). Baru-baru ini
dilaporkan adanya P. sorghi menyerang tanaman jagung di dataran tinggi Karo
Berastagi Sumatera Utara (Wakman et al., 2003), 2) Cendawan menginfeksi
tanaman jagung yang baru tumbuh. Konidia yang lepas dari konidiofor di waktu
subuh apabila jatuh pada air gutasi di pucuk tanaman jagung yang baru tumbuh
akan berkecambah dan menginfeksi melalui stomata terus berkembang sampai
titik tumbuh dan seterusnya menyebar secara sistimik.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian untuk PHT
meliputi : 1) Varietas tahan bulai : Lagaligo, Surya, BISI-4,
Pioneer (P)-4, P5,P9,P10,P12
(Wakman et al., 1999; Wakman, 2000), 2) Tanam serempak, 3) Periode
bebas tanaman jagung, 4) Aplikasi fungisida berbahan aktif metalaksil melalui
biji. (Shurtleff, 1980; Sudjono, 1988; Sumartini dan Hardaningsih, 1995;
Wakman, 2002)
|
2. Penyakit Karat Daun
Daerah sebaran
|
:
|
Diseluruh dunia termasuk di semua
wilayah Indonesia.
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Jagung, Teosinte, Tripsacum
sp dan Erianthus sp
|
Gejalanya
|
:
|
Terjadinya bisul-bisul atau
benjolan-benjolan uredia atau telia pada kedua permukaan helaian daun jagung
bagian bawah dan atas, berwarna coklat kemerahan. Daun yang terserang berat
akan mengering.
|
Penyebabnya
|
:
|
Tiga spesies penyebab penyakit
karat pada jagung ; dua spesies dari genus Puccinia yaitu P.
polysora dan P. sorghi, dan satu spesies dari genus Physopella
yaitu P. zeae. Cendawan ini mempunyai dua jenis spora yaitu uredospora
yang dihasilkan didalam uredium, dan teliospora yang di produksi di dalam
telium. Uredospora bersel tunggal dan permukaannya berbulu halus, sedangkan
teliospora bersel dua dan kulit luarnya tidak berbulu.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian untuk PHT
meliputi :
1) Varietas tahan karat : Arjuna,
Kalingga, Wiyasa, Pioneer-2, 2) Sanitasi kebun dari gulma inang, 3) Fungisida
mancozeb (Dithane M45), triadomefon atau dithiokarbonat. (Sumartini dan
Hardaningsih, 1995; Sudjono, 1988)
|
3. Penyakit Bercak/Hawar Daun
Daerah sebaran
|
:
|
Penyakit ini tersebar luas di
dunia
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Jagung, sorgum, “sudangrass”,
johnsongrass, gama grass dan teosinte.
|
Gejalanya
|
:
|
1) Bercak pada daun di sebabkan
oleh Helminthosporium maydis, 2) Hawar pada daun di sebabkan oleh Helminthosporium
turcicum, 3) Bercak atau hawar dapat juga terjadi pada tongkol dan
pelepah.
|
Penyebabnya
|
:
|
1) Helminthoporium maydis Nisik.
(Syn. Bipolaris maydis (Nisik) Shoemaker, Drechslera maydis
(Nisik) Subram dan Jain) Stadia Perfectnya Cochliobolus heterostrophus
(Drechs) Drechs, 2) Helminthosporium turcicum Pass. (Syn. Exserohilum
turcicum (Pass) Leonard dan Suggs. Bipolaris turcica (Pass) Shoemaker;
Drechslera turcica (Pass) Subram dan Jain) Stadia perfectnya Trichometasphaeria
turcica Luttrell (Syn. Setospharia turcica (Luttrell) Leonard dan
Suggs) Spora (konidia) memanjang, sedikit membengkok,bersekat tiga sampai
delapan. Tangkai konidia bersekat dua sampai empat.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian terpadu
meliputi :
1) Varietas tahan : Banyak
varietas jagung unggul yang telah dilepas tahan penyakit bercak daun H.
maydis (Syuryawali et al 2000). Sedangkan varietas/galur jagung
yang tahan hawar daun H. turcicum di dataran tinggi yaitu Pioneer-8,
IPB-4, C-10, NK-11, FPC-9923, Exp.9702, Exp.9703, Kenia-1, Kenia-2, Kenia-3,
dan Trop-Late White (Wakman, 2004a), 2) Sanitasi sisa tanaman, 3) Aplikasi
fungisida hanya untuk produksi benih, karena penyakit ini dapat tersebar
melalui biji yang terinfeksi (Sumartini dan Hardaningsih, 1995; Sudjono,
1988).
|
4. Penyakit Hawar Upih Daun
Daerah sebaran
|
:
|
Tersebar diseluruh dunia
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Banyak jenis tanaman. Cynodon
dactylon banyak terserang hawar upih di musim hujan di Sulawesi Selatan.
|
Gejalanya
|
:
|
Bercak melebar (hawar) pada
pelepah dan juga pada daun. Adanya Sclerotia berbentuk butiran
berwarna putih sewaktu muda dan berubah warna menjadi kecoklatan setelah tua
menempel pada permukaan pelepah/daun yang terinfeksi, umumya menyerang pada
musim hujan.
|
Penyebabnya
|
:
|
Cendawan Rhizoctonia solani Kuhn.
Cendawan tidak membentuk spora, hanya membentuk Sclerotia.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian terpadu
meliputi : 1) Varietas tahan, 2) Sanitasi kebun, 3) Jarak tanam jangan
terlalu rapat, 4) Hindari menggunakan pupuk kandang berlebihan, 5) Cendawan
antagonis Trichoderma viride dan T. harzianum (Sumartini dan
Sri Hardiningsih, 1995).
|
4a. Penyakit Bercak Daun Kelabu
Daerah sebaran
|
:
|
Tersebar luas di seluruh dunia,
meliputi benua Afrika, Amerika, Asia, dan Eropa. Di Asia dilaporkan dari
Negara China, India, Philipina, dan Indonesia. Di Indonesia dilaporkan di
dataran tinggi Sumatera Utara.
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Jagung, sorgum, rumput johnson,
rumput barnyard.
|
Gejalanya
|
:
|
Gejala mulai muncul pada stadia
generatif berupa bercak sempit memanjang sampai 5 cm, dengan lebar 2 mm,
dibatasi oleh dua tulang daun. Warna bercak mulai dari kuning kehijauan,
berubah menjadi kelabu apabila keluar tangkai konidia dan konidianya. Pada
serangan berat, antara bercak satu dan lainnya bergabung, menyebabkan daun
mengering.
|
Penyebabnya
|
:
|
Cercospora zeae maydis Tehon. & Daniels, Cercospora sorghi maydis
Ell. & Ev.
|
Pengendalian
|
:
|
Satu-satunya pengendalian yang
bisa dilakukan yaitu dengan varietas tahan/toleran seperti : Kenia-2,
Kenia-3, Pioneer-8, Pioneer-20, NK-11, NK-22, NK-33, NK-55, NK-77, BC-2,
IPB-4, FPC-9923 (Shurtleff, 1980; Wakman, 2004b).
|
5. Penyakit Busuk Batang/Tongkol
Daerah sebaran
|
:
|
Tersebar diseluruh dunia
|
Tanaman inangnya
|
:
|
jagung, sorgum, gandum, oats,
barley, kapas, kedelai, dll.
|
Gejalanya
|
:
|
1) Pangkal batang busuk sehingga
bagian atas layu dan mengering, 2) Tongkol yang terserang menjadi busuk
sebagian atau seluruhnya.
|
Penyebabnya
|
:
|
Beberapa penyebab busuk
batang/tongkol pada jagung yaitu : 1) Fusarium spp, Colletotrichum
sp, Diplodia sp, Macrophomina sp, 2) Pythium sp, Cephalosporium
sp dan bakteri Erwinia sp.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian untuk PHT :
1) Varietas tahan, benih sehat, 2) Pergiliran tanaman, 3) Pemupukan
berimbang, 4) Drainase yang baik di musim hujan, 5) Populasi tanaman jangan
rapat, 6) Hindari penanaman pada musim hujan, 7) Biopestisida, Fungisida efektif
(Shurtleff, 1980, Sumartini dan Hardaningsih, 1995; Sudjono, 1988).
|
6. Penyakit biji
Daerah sebaran
|
:
|
Tersebar luas diseluruh dunia
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Jagung, sorgum, gandum,
jewawut dan biji rumput-rumputan lain.
|
Gejalanya
|
:
|
Biji busuk berwarna hitam, coklat
hijau, kuning, putih, abu-abu, dll. tergantung patogennya.
|
Penyebabnya
|
:
|
Cendawan Aspergillus spp., Fusarium
spp.,
Diplodia spp., Helminthosporium, Bothryos-phaeria
sp., Cladosporium sp., Rhizoctonia sp., Rhizopus sp., Colletotrichum
sp., Trichoderma sp.
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian terpadu
meliputi : 1) Varietas tahan, 2) Panen tepat waktu, 3) Pengeringan yang baik,
kelembaban rendah, suhu 4-10°C, 4) Aplikasi asam organik : propionic,
isobutyric, acetic dan campurannya dengan ammonium isobutyrate, 5)
Penyimpanan biji yang baik, kadar air dibawah 15% (Shurtleff, 1980; Sudjono,
1988).
|
7. Penyakit Virus Mozaik
Daerah sebaran
|
:
|
Tersebar diseluruh dunia :
Afrika, Amerika, Asia, dan Australia. Di Indonesia di laporkan ada di Jawa
dan Sulawesi.
|
Tanaman inangnya
|
:
|
Jagung, sorgun, dan banyak jeni
rumputan lain.
|
Gejalanya
|
:
|
Mozaik pada daun, adanya perubahan
warna daun yang menjadi hijau muda di antara hijau tua normal. Serangannya
sistimik.
|
Penyebabnya
|
:
|
1) Virus mosaik tebu, 2) Virus
mosaik kerdil jagung, 3) Virus mosaik ketimun
|
Pengendalian
|
:
|
Komponen pengendalian PHT
meliputi : 1) Varietas tahan, 2) Aplikasi insektisida untuk serangga
vektor dengan monokrotofos, tamaron, atau thiodan, 3) Pergiliran tanaman, 4)
Sanitasi gulma inang (Saleh et
al., 1989; Semangun, 1993; Sumartini dan Hardaningsih, 1995; Wakman et
al., 2001).
|
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1995. Pengenalan hama dan
penyakit tanaman jagung serta pengendaliannya. Monograf Balittan Malang
No.13:1-14.
Anonymous. 1989. Pengenalan Penyakit
Penting pada Tanaman Padi dan Palawija dan Cara Pengendaliannya. Direktorat
perlindungan Tanaman Pangan, Jakarta. 138 hal.
Flint, M.L. and R. van den Bosch.
1990. Pengendalian Hama Terpadu, Sebuah Pengantar. Penerbit Kanisius. Pp.144.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama
Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. 255
hal.
Ortega, C.A. 1987. Insect pests of
maize. A Guide for Field Identification. CIMMYT Mexico. Pp.106.
Pabbage, M.S. 2003. Potensi
pemanfaatan parasitoid telur Trichogramma evanescens Westwood dalam
pengendalian hama penggerek batang jagung, Ostrinia furnacalis Guenee.
Makalah Seminar Jatidiri persyaratan kenaikan pangkat IVb ke IVc. Balitsereal.
Jumat 5 Desember. 19 hal.
Painter, R.H. 1951. Insect Resistan
in Crop Plants. The Mac Millan Company. New York. Pp.520.
Saleh, N., Y. Baliadi dan A.A. Cook.
1989. Identifikasi virus mosaik kerdil jagung pada tanaman jagung di Indonesia.
Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Bogor:127-129.
Saleh, K.M. 1993. The use of
resistant varieties and insecticide applications in controlling insect pests
and the effects of resistant varieties on parasitoid development. Proceeding of
the Symposium on Integrated Pest Management Control Component. Biotrop Special
Publication No.50:157-165.
Semangun, H. 1993.
Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 449 hal.
Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of
Corn Diseases. Second Edition. The American Phythological Society. USA. Pp.105.
Sudjono, M.S. 1988. Penyakit Jagung
dan Pengendaliannya. Dalam Subandi, M. Syam, dan A. Widjono. 1988.
Jagung. Puslitbangtan Bogor. Hal.205-241.
Sumartini dan Srihardaningsih. 1995.
Penyakit-Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. Dalam Pengenalan Hama dan
Penyakit Tanaman Jagung serta Pengendaliannya. Monograf Balittan Malang No.
13:1-14.
Tandiabang, Y. 2000. Pengelolaan
hama utama tanaman jagung. Prosiding Aplikasi Paket Teknologi pertanian
Sulawesi Tengah. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang
Pertanian. Jakarta : 16 hal.
Wakman, W., M.M. Dahlan, dan M.S.
Kontong. 1999. Varietas jagung unggul nasional tahan penyakit bulai di
akhir abad ke-20. Makalah disajikan pada Seminar Tahunan Perhimpunan PFI, PEI
dan HPTI Komisariat Sulawesi Selatan di UNHAS, 8 hal.
Wakman, W. 2000. Downy mildew
disease of maize in Indonesia : Problem, Research, and solving. Paper presented
at the International Congress and Symposium on Southeast Asian
Agricultural Sciences (IC-SAAS). Bogor Agricultural University. 6-8 November
2000. 9 pages.
Wakman, W., M.S. Kontong, A. Muis,
D.M. Persley, and D.S. Teakle. 2001. Mosaic disease of maize caused by
sugarcane mosaic potyvirus in Sulawesi. Indonesian Journal of Agricultural
Science. 2(2):56-59.
Wakman, W. 2002. Penyakit utama
tanaman jagung di Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Expose Palawija di
BPTP Lampung 16-18 Oktober 2002, 12 hal.
Wakman, W. dan H.A. Djatmiko. 2002.
Sepuluh spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung. Makalah
disajikan pada Seminar PFI di Purwokerto 7 September 2002. 10 hal.
Wakman, W. dan Hasanuddin. 2003.
Penyakit bulai (Peronosclerospora sorghi) pada jagung di dataran tinggi
Karo Sumatera Utara. 10 hal. (Belum dipublikasikan).
Wakman, W. 2004a. Varietas jagung
tahan penyakit hawar daun di dataran tinggi. Seminar Mingguan Balitsereal.
Jumat 30 April : 4 hal.
Wakman, W. 2004b. Bercak daun
kelabu, penyakit utama kedua pada jagung di dataran tinggi. Seminar Mingguan
Balitsereal. 4 hal
0 komentar:
Posting Komentar